Mahasiswa Sastra Indonesia dan Sejarah Praktik di Tongole
FIB UNKHAIR – Belajar bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Dalam ilmu-ilmu humaniora, masyarakat adalah objek kajian yang tak pernah bertepi. Sebabnya adalah, masyarakat terus bergerak dinamis dari masa ke masa. Ada berbagai perubahan yang menyertai dalam rentang masa itu.
Bahasa Ternate, sebagai salah satu unsur kebudayaan Ternate, eksistensinya ditempa beragam ancaman. Untuk mengetahui berbagai faktor keterancaman itu, amatan perlu diintimkan.
Untuk mahasiswa, membiasakan mereka melakukan amatan dan belajar langsung di masyarakat adalah hal penting yang harus terus disemangati.
Kesadara atas sifat bahasa dan pentingnya mahasiswa belajar langsung di masyarakat itulah yang membuat Rahma Djumati, S.S., M.A, pengasuh mata kuliah Bahasa Daerah di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universita Khairun (Unkhair), mengarahkan mahasiswanya untuk melakukan praktik lapangan di Kelurahan Tongole, sabtu (12/5/2018).
Sebanyak 30 mahasiswa ikut dalam kuliah lapangan tersebut. Jumlah ini terdiri dari mahasiswa jurusan Sastra Indonesia dan Ilmu Sejarah, FIB.
Pada saat ke lapangan, mahasiswa yang tersebar di semester 2 dan 4 di dua jurusan itu ditemani langsung oleh dosen pengasuh mata kuliah. “Saya ikut mereka ke lapangan supaya kalau ada kendala yang ditemui selama di lapangan, kami bisa langsung diskusikan solusinya,” kata Rahma.
Perempuan yang dikenal murah senyum dan jago berbahasa Ternate itu menjelaskan bahwa, selama di lapangan, mahasiswa diarahkan untuk mengamati kosakata bahasa Ternate yang dipakai di lingkungan wisata Air Tege-Tege, Tongole. ” Saya minta mereka cek dan catat kata-kata bahasa Ternate yang berhubungan dengan menu makanan, perabotan memasak, dan sarana prasarana di tempat wisata,” kata dosen jurusan Sastra Indonesia tersebut.
Untuk mahasiswa Jurusan Sejarah, lulusan Universitas Gadja Mada, Yogyakarta, itu meminta mereka mencari cerita-cerita atau mitos-mitos yang berkaitan dengan asal muasal Air Tege-Tege. “Saya arahkan mereka cari yang berbahasa Ternate,” katanya.
Menurut perempuan yang menulis tesis tentang tradisi Mai’o di Sahu itu, penting bagi mahasiswa sejarah mencari cerita dalam bahasa Ternate sehingga sesuai dengan mata kuliah yang diasuhnya. (*)