UPW Unkhair Dorong Wisata Sejarah dan Maritim di FGD Program Kerja STO
FIB, UNKHAIR – Tim Monitoring Centre for Sustainable Tourism Observatories (MCSTO) Universitas Khairun (Unkhair) yang diwakili Mustafa Mansur, salah seorang dosen pada program studi Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Khairun (Unkhair) berkontribusi dalam diskusi terpumpun (FGD) mengenai program kerja yang disebut dengan Sustainable Tourism Observatories (STO) di Horizon Hotel Metropolitan, Bekasi, Jawa Barat, selasa (12/3/2019).
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari penandatangan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Pariwisata, 10 Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki 10 destinasi Bali baru, dengan 10 Perguruan Tinggi yang ditunjuk sebagai MCSTO pada tanggal 28 Februari 2019 di Hotel Sultan, Jakarta.
Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan, Valerina Daniel yang juga berlaku sebagai narasumber pada kesempatan FGD tersebut membahas mengenai Pengembangan International Network for Sustainable Tourism Observatories (INSTO) yang dikeluarkan oleh United Nations World Tourism Organizatories (UNWTO). “Selain ibu Valerina, untuk memboboti pembahasan Program Kerja tersebut, FGD ini juga menghadirkan Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Novrizal Tahar dengan pokok bahasan tentang cara terbaik pengelolaan sampah di destinasi wisata,” kata Mustafa.
Selain kedua narasumber di atas, turut hadir dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Nando Lasro Elizabet Sirait. Kehadiran Nando mewakili Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya dan menyampaikan pokok pikirannya tentang pengelolaan air limbah di lokasi destinasi wisata.
Usai mendengarkan penyampaian materi dari 3 Narasumber, kegiatan selanjutnya adalah presentasi program kerja dari 10 MCSTO. “10 MCSTO Perguruan Tinggi tersebut adalah UGM (Universitas Gadjah Mada) untuk destinasi Sleman Yokyakarta, UI (Universitas Indonesia) untuk destinasi Pandeglang Tanjung Lesung Banten, ITB (Institut Teknologi Bandung) untuk destinasi Pangandara Jawa Barat, IPB (Institut Pertanian Bogor) untuk destinasi Bangka Belitung, Airlangga untuk destinasi Semeru, USU (Universitas Sumatera Utara) untuk destinasi Samosir Danau Toba, UNRAM (Univ. Negeri Mataram) untuk destinasi Lombok Nusa Tenggara Barat, UNKHAIR untuk destinasi Morotai, UNHALU untuk destinasi Wakatobi, dan Univ. Flores untuk destinasi Labuan Baja,” sebut Mustafa.
Khusus untuk MCSTO Unkhair, Mustafa mengaku rancangan Program Kerja MCSTO Unkhair yang disampaikan pada forum FGD tersebut mengacu pada isu-isu strategis pengembangan INSTO yang ditetapkan oleh UNWTO dan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 73 Tahun 2016 tentang pembangunan pariwisata berkelanjutan. “Isu-isu pengembangan INSTO tersebut dapat diterjemahkan ke dalam konteks regional, nasional, dan lokal. Sehingga pengembangan pariwisata di Indonesia juga tetap mengakomodasi kepentingan nasional dan lokal dengan ciri khas destinasi masing-masing daerah. Untuk ciri khas destinasi Morotai dapat dilihat pada dua ikon penting yakni destinasi Jejak Perang Dunia II dan Destinasi Keindahan Alam Pulau Morotai terutama wisata maritimnya,” papar alumni Universitas Papjajaran itu.
Dengan mengacu pada isu pengembangan INSTO, dalam perencanaan dan pelaksanaan Program Kerja MCSTO Unkhair, diharapkan agar pada tahun 2020, MCSTO Unkhair sudah mendapat lisensi atau pengakuan dari UNWTO. (*)